Paling sering, perasaan sekilas mengenali yang tidak dikenal - deja vu - terjadi dalam situasi sehari-hari. Anda sedang duduk dengan teman-teman di sebuah kafe, dan tiba-tiba Anda merasa bahwa Anda telah berada di sini: dengan orang yang sama, di interior yang sama ... Anda mengenali adegan ini dalam detail terkecil, dan sepertinya Anda bahkan bisa memprediksi kejadian beberapa saat ke depan.

Deja vu terjadi di negara asing, di mana kami tiba untuk pertama kalinya, dan selama pertemuan dengan orang asing- kami tidak memiliki masa lalu yang sama, tetapi kami jelas merasa bahwa orang, tempat, peristiwa ini telah ada dalam hidup kami (walaupun kami tidak dapat mengingat kapan, dalam keadaan apa). Kejutan, rasa ingin tahu, kecemasan bercampur dengan perasaan yang luar biasa ini. Ada antisipasi keajaiban, ilusi kewaskitaan, yang memungkinkan, dengan menipu waktu, untuk melihat masa depan atau menghidupkan kembali masa lalu. Dan setelah beberapa detik, semuanya menghilang: masa lalu diketahui lagi, masa kini menjadi baru, dan masa depan, seperti biasa, tidak diketahui.

pesona magis

Perasaan deja vu sekilas yang sebagian besar dari kita pernah alami setidaknya sekali dalam hidup kita sulit untuk dilupakan. Ini menimbulkan terlalu banyak pertanyaan tentang persepsi waktu dan ruang, tentang fitur ingatan kita, kesadaran dan ketidaksadaran. Dan meskipun nama fenomena tersebut (dari bahasa Prancis déjà-vu - "sudah terlihat") hanya muncul pada abad ke-19, itu telah menarik minat umat manusia sejak zaman kuno.

Filsuf - Platonis dan Pythagoras - menganggapnya "memori dari kehidupan lampau", Stoa melihat dalam dirinya "pengulangan abadi dari hal yang sama." Aristoteles mencoba menemukan penjelasan rasional untuk fenomena ini, menunjukkan bahwa penyebabnya adalah gangguan jiwa manusia. Namun, deja vu terus mempertahankan pesona magisnya.

Menurut majalah New Scientist, sekitar 90% pria dan wanita mengklaim bahwa mereka akrab dengan efek deja vu, dan beberapa mengatakan bahwa perasaan ini mengunjungi mereka secara teratur, lebih sering ketika mereka lelah, jengkel atau stres. Anak-anak mengalami deja vu untuk pertama kalinya pada usia delapan atau sembilan tahun: agar pengalaman ini muncul, tingkat perkembangan kesadaran tertentu diperlukan. Mereka yang memiliki kecenderungan genetik terhadap penyakit yang terkait dengan pelanggaran persepsi sensorik (skizofrenia, epilepsi) lebih rentan terhadap deja vu.

Seniman, penulis, dan penyair tidak acuh pada pengalaman misterius ini. “Jangan membual, waktu, kuasai aku. Piramida yang telah Anda dirikan lagi tidak bersinar dengan kebaruan, ”seru Shakespeare, mengingat kehidupan modern hanya sebuah "pelapisan kembali zaman kuno" (Soneta No. 123 diterjemahkan oleh S. Marshak).

Pada abad ke-19, deja vu disebutkan lebih dari satu kali di karya sastra di Dickens, Chateau-Briand, Baudelaire, dan kemudian Proust, yang menurutnya "penglihatan yang berkilau dan tidak dapat dibedakan" ini sepertinya mengatakan: "Tangkap aku di udara jika Anda memiliki kekuatan, dan cobalah untuk memecahkan teka-teki kebahagiaan yang saya tawarkan kamu". Perasaan misteri ini disebabkan oleh fakta bahwa pada saat deja vu kita memiliki pertanyaan "abadi". Mungkin, secara umum, apa yang kita ambil untuk saat ini adalah sesuatu yang telah kita lihat sekali, dalam bentuk yang berbeda, dalam kehidupan yang berbeda - berbeda dan sekaligus milik kita?

Kenangan Terlarang

Pendiri psikoanalisis, Sigmund Freud, mencoba memecahkan (dan menghilangkan prasangka) "misteri kebahagiaan" ini: dia mengatakan bahwa perasaan deja vu adalah jejak ingatan yang tertekan (terlupakan) dari pengalaman atau keinginan traumatis emosional yang sangat kuat, tidak dapat diterima untuk Superego kita.

dalam "Psikopatologi" kehidupan sehari-hari"Dia berbicara tentang seorang gadis yang pertama kali datang ke desa untuk mengunjungi teman-teman sekolahnya. "Pergi mengunjungi, dia tahu bahwa gadis-gadis ini memiliki saudara lelaki yang sakit parah," tulis Freud. - Memasuki taman, dan kemudian ke dalam rumah, dia merasa seolah-olah dia pernah ke sini sebelumnya - dia mengenali tempat ini. Pada saat itu, dia benar-benar lupa bahwa saudara laki-lakinya sendiri baru saja pulih dari penyakit serius, dan bahwa dia mengalami kegembiraan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, menyadari bahwa dia dapat tetap menjadi satu-satunya anak dalam keluarga.

Situasi serupa di rumah teman sejenak "menghidupkan kembali" pengalaman yang tertekan ini. Tetapi alih-alih mengingatnya, tulis Freud, "dia memindahkan 'kenangan' itu ke taman dan rumah, dan sepertinya dia telah melihat semuanya." “Pengalaman déjà vu saya sendiri dapat saya jelaskan dengan cara yang sama,” tambah Freud, “dengan kebangkitan keinginan bawah sadar untuk memperbaiki situasi saya.”

Dengan kata lain, deja vu adalah pengingat fantasi rahasia kita, sinyal bahwa kita berhubungan dengan sesuatu yang diinginkan dan pada saat yang sama dilarang. Tidak heran Freud dalam karya pertamanya mengaitkan deja vu dengan kenangan akan rahim ibu - satu-satunya tempat, yang dapat dikatakan semua orang dengan percaya diri: "Saya sudah pernah ke sana!" Mungkin inilah tepatnya alasan pesona deja vu yang mengasyikkan?

Menurut Freud, deja vu dikaitkan dengan ingatan akan rahim ibu, di mana setiap orang dapat dengan yakin mengatakan: "Saya sudah pernah ke sana!"

Murid Freud, psikoanalis Hungaria Sandor Ferenczi, percaya bahwa kita juga dapat berbicara tentang mimpi kita: sesuatu yang terjadi di saat ini secara asosiatif mengingatkan kita pada plot yang terlupakan ini. Pencipta psikoterapi analitik, Carl Gustav Jung, juga tidak mengabaikan fenomena ini.

Dia mengingat sensasi yang dia alami saat bepergian di Kenya: “Di tebing batu, saya melihat sesosok pria bersandar pada tombak. Gambar dari dunia asing yang sepenuhnya, tampaknya, membuat saya terpesona: Saya mengalaminya keadaan deja vu. Begitu saya di sini, saya tahu hidup ini dengan baik! Dalam sekejap, seolah-olah saya kembali ke masa muda saya yang terlupakan: ya, pria ini telah menunggu saya di sini selama dua ribu tahun terakhir. Dia menjelaskan pengalaman ini dengan pengaruh ketidaksadaran kolektif - semacam ingatan leluhur, yang, menurut pendapatnya, dimiliki oleh kita masing-masing.

Deja vu seperti mimpi yang, begitu kita bangun, hilang begitu saja, hanya menyisakan kenangan samar. Seperti di Eyes of the Blue Dog karya Gabriel Garcia Marquez.

“Dia menatapku dengan saksama, tapi aku masih tidak mengerti di mana aku pernah melihat gadis ini sebelumnya. Tatapannya yang basah dan cemas bersinar dalam cahaya lampu minyak tanah yang tidak merata, dan aku ingat bahwa setiap malam aku memimpikan kamar dan lampu ini, dan setiap malam aku bertemu di sini seorang gadis dengan mata cemas. Ya, ya, dialah yang saya lihat setiap saat, melintasi garis mimpi yang goyah, garis kenyataan dan tidur. Saya menemukan rokok dan menyalakan sebatang rokok, bersandar di kursi saya dan menyeimbangkan kaki belakangnya, asap asam asam mengalir ke dalam cincin. Kami diam. Saya - bergoyang di kursi, dia - menghangatkan jari-jarinya yang putih tipis di atas penutup kaca lampu. Bayangan bergetar di kelopak matanya. Sepertinya saya harus mengatakan sesuatu, dan saya berkata secara acak: "Mata anjing biru," dan dia menjawab dengan sedih: "Ya. Sekarang kami tidak akan pernah melupakannya."

Kerusakan otak

Memori yang terlupakan, keinginan terlarang, atau representasi simbolis - berkat penjelasan ini, déjà vu tidak lagi ada hubungannya dengan karunia pandangan ke depan atau wawasan tentang kehidupan masa lalu. Sains XXI abad terus menyanggah ilusi ini. Dia membawa kita kembali ke saran Aristoteles bahwa déjà vu tidak lebih dari kerusakan otak.

Studi tentang epilepsi, serangan yang sering didahului oleh episode deja vu, memungkinkan ahli neurofisiologi untuk mengidentifikasi penyebab sensasi seperti itu: ini adalah disfungsi jangka pendek dalam pekerjaan beberapa bagian otak. Akibatnya terjadi disosiasi (kehancuran) asosiasi) di antara informasi baru dan kenangan, - kata Chris Moulin, psikolog di University of Leeds (UK). “Dan kami langsung mengenali objek atau situasi yang tidak dikenal.”

Penjelasan lain untuk fenomena ini: deja vu terjadi karena malfungsi sistem saraf otak yang disebabkan oleh kelelahan, stres atau mabuk. Bingung, otak kita mengambil kesan baru untuk yang sudah lama kita kenal. Jadi deja vu jelas hanya kesan yang salah, mungkin diberkahi dengan makna (seperti segala sesuatu yang datang dari alam bawah sadar), dan para ilmuwan belum menguraikannya sampai akhir.

Kesan ini mungkin berarti, - seperti segala sesuatu yang datang dari alam bawah sadar kita

Tetapi bahkan mengetahui bahwa tidak ada yang supernatural dalam deja vu, Anda tidak boleh menyangkal kesenangan merasakan momen-momen ini. Lagi pula, untuk sesaat mereka memberi kita ilusi bahwa waktu dapat diputar kembali atau, sebaliknya, setidaknya seperseribu detik di depannya. Semua indera diasah ketika kita merasa telah menipu waktu. Dan kemudian kembali ke kehidupan biasa. Tetapi momen-momen inilah yang selalu perlu Anda tangkap: sedikit keajaiban, dalam dosis homeopati.

Maria bahkan tidak tertarik dengan efek deja vu. Sampai musim gugur tahun ini.

Maria Ignatova:

Beberapa momen dalam hidup saya terulang, atau saya telah melihatnya dalam mimpi.

Selama sebulan penuh, dia benar-benar dihantui oleh kebetulan. Sepertinya gadis itu telah berjalan di sepanjang jalan ini, melihat pria muda itu di atasnya, mendengar percakapan wanita tua yang lewat, dan bahkan seekor burung gagak duduk di cabang ini. Dan semuanya akan baik-baik saja, hanya saja ... dia pasti di sini untuk pertama kalinya. Untuk penjelasan, Maria beralih ke psikolog.

Lucia Suleimanova, psikolog:

Ini karena fakta bahwa Anda situasi sulit di mana Anda sangat terlibat secara emosional. Semua tempat yang Anda kunjungi, serta orang, objek, dan situasi, menciptakan perasaan harapan, ketakutan, atau kecemasan dalam diri Anda. Dan ini, pada gilirannya, dapat menyebabkan deja vu.

Dalam kondisi stres berat otak rusak, dan sebagian informasi menghilang, kekosongan dengan cepat diisi dengan yang baru, tetapi kita terus menganggapnya sebagai masa lalu. Oleh karena itu perasaan samar bahwa itu telah terjadi. Ada juga versi lain. Kehidupan yang monoton dan rutinitas sehari-hari mengarah pada fakta bahwa otak mulai membingungkan masa lalu dan masa kini, karena mereka benar-benar identik, dan tidak ada hal baru dan berkesan yang terjadi pada Anda.

Lucia Suleimanova, psikolog:

Kami memiliki dua jenis memori: memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Terkadang kita membuang beberapa informasi ke dalam memori jangka panjang dan melupakannya. RAM membantu memasukkan informasi ini, dan bagi kami tampaknya sudah demikian.

Esoteris meyakinkan: deja vu muncul dalam hidup kita karena suatu alasan. Setiap kebetulan memiliki makna magisnya sendiri. Anda tidak dapat mengabaikan pesan-pesan ini, jika tidak, Anda akan melewatkan sesuatu yang penting.

Alexander Panfilov, parapsikolog:

Deja vu berarti Anda melewati titik penting dalam hidup Anda. Dari titik ini Anda mulai bergerak masuk arah yang benar dan lakukan pilihan tepat atau tidak. Sangat penting untuk mendengarkan diri sendiri di saat-saat seperti itu. Alam semesta itu sendiri membawa Anda keluar dari kenyataan dan memulai kembali, menulis ulang. Di sini penting untuk mengevaluasi kembali nilai-nilai Anda dan memikirkan kembali arah di mana Anda bergerak.

Peneliti paranormal memiliki penjelasan sendiri untuk efek ini. Menurut mereka, kita hidup di salah satu dari banyak alam semesta. Dan masing-masing dari mereka memiliki salinan kami, dan deja vu datang ketika kami menyinkronkan dengan mereka. Namun untuk saat ini, teori ini masih sebatas teori.

Dokter turun dari surga ke bumi. Mereka menganggap efek ini pelanggaran kesadaran diri, yang disebabkan oleh penyakit - skizofrenia atau epilepsi. Seseorang kehilangan gagasan tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam hidupnya, dan kebingungan dimulai di benaknya.

Vasily Generalov, ahli saraf:

Efek deja vu pada penderita epilepsi adalah salah satu jenis kejang. Jika ini merupakan pertanda serangan kejang yang besar, keadaan deja vu bahkan dapat terjadi secara berurutan. Pada pasien dengan epilepsi, penyebab perkembangan kejang adalah semacam perubahan fungsional, paling sering di lobus temporal.

Obat-obatan juga dapat memicu deja vu. PADA praktek medis ada kasus ketika antidepresan membuat pasien merasa bahwa semua yang terjadi pada mereka telah terjadi. Bahkan obat flu dapat menyebabkan efek ini. Sebelum mencari makna mistik dalam penglihatan, ingatlah pil mana yang Anda minum sehari sebelumnya.

Antonina Orekhova, "Suasana Hati"

Halo lagi! Apakah Anda mendapati diri Anda berpikir bahwa apa yang baru saja terjadi telah terjadi pada Anda? Biasanya kondisi ini diberikan definisi seperti efek deja vu, di terjemahan literal"terlihat sebelumnya". Dan hari ini saya akan mencoba mengungkapkan kepada Anda teori-teori yang diandalkan para ilmuwan untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa ini terjadi pada kita.

Sedikit sejarah

Fenomena ini mendapat perhatian di zaman kuno. Aristoteles sendiri berpendapat bahwa ini hanyalah keadaan tertentu yang muncul karena pengaruh berbagai faktor ke jiwa. Lama itu diberi nama seperti paramnesia atau promnesia.

Pada abad ke-19, seorang psikolog Prancis, mile Boirac, menjadi tertarik untuk meneliti berbagai efek mental. Dia memberi paramnesia nama baru yang masih ada sampai sekarang. Ngomong-ngomong, pada saat yang sama dia menemukan yang lain kondisi mental, benar-benar berlawanan dengan ini, yang disebut jamevu, yang berarti "tidak pernah terlihat". Dan itu biasanya memanifestasikan dirinya ketika seseorang tiba-tiba menyadari bahwa suatu tempat atau seseorang menjadi benar-benar tidak biasa baginya, baru, meskipun ada pengetahuan yang dia kenal. Seperti ini informasi sederhana benar-benar terhapus di kepalaku.

teori

Setiap orang memiliki penjelasannya sendiri, seseorang berpendapat bahwa dia melihat apa yang terjadi dalam mimpi, sehingga memiliki karunia pandangan ke depan. Mereka yang percaya pada perpindahan jiwa mengklaim bahwa peristiwa yang persis sama terjadi di kehidupan lampau. Seseorang mengambil pengetahuan dari Kosmos ... Mari kita coba mencari tahu teori apa yang ditawarkan para ilmuwan kepada kita:

1. Kegagalan di otak

Teori yang paling mendasar adalah bahwa hanya ada malfungsi di hipokampus, yang menyebabkan penglihatan seperti itu. Ini adalah bagian otak yang bertanggung jawab untuk menemukan analogi dalam ingatan kita. Ini mengandung protein yang melakukan fungsi pengenalan pola. Bagaimana itu bekerja? Konvolusi kami menciptakan sesuatu sebelumnya seperti "pemeran" wajah atau lingkungan seseorang, dan ketika kami mengenal seseorang, bertemu, "pemeran" ini muncul di hipokampus ini, seperti informasi yang baru saja diterima. Dan kemudian kita mulai "membingungkan" di mana kita bisa melihatnya dan bagaimana mengetahuinya, terkadang memberi diri kita kemampuan peramal hebat, merasa seperti Vanga atau Nostradamus.

Kami menemukan ini melalui eksperimen. Ilmuwan AS di Colorado menawarkan foto untuk menguji subjek orang terkenal profesi yang berbeda, serta atraksi yang sudah tidak asing lagi bagi banyak orang. Subyek harus menyebutkan nama setiap orang di foto dan nama-nama tempat yang disarankan. Pada titik ini, mereka diukur aktivitas otak, yang menentukan bahwa hipokampus aktif bahkan pada saat-saat ketika orang tersebut tidak tahu tentang gambar tersebut. Di akhir penelitian, orang-orang ini menjelaskan apa yang terjadi pada mereka ketika mereka tidak tahu harus menjawab apa - asosiasi dengan gambar di foto muncul di benak mereka. Oleh karena itu, hipokampus memulai aktivitas kekerasan, menciptakan ilusi bahwa mereka telah melihatnya di suatu tempat.

2. Memori palsu

Ada satu lagi hipotesis yang menarik tentang mengapa deja vu terjadi. Ingat, baru-baru ini kami mempelajari jenis memori dengan Anda? Jika tidak, maka baca ulang artikelnya juga. Jadi, ternyata tidak selalu mungkin untuk mengandalkannya, karena ada fenomena yang disebut memori palsu. Artinya, jika kegagalan terjadi di wilayah temporal kepala, maka informasi dan peristiwa yang tidak diketahui mulai dianggap sudah akrab. Puncak aktivitas proses semacam itu adalah usia 15 hingga 18 tahun, serta dari 35 hingga 40 tahun.

Penyebabnya bermacam-macam, misalnya masa remaja sangat sulit, kurangnya pengalaman mempengaruhi persepsi dunia sekitarnya, di mana mereka paling sering bereaksi dengan tajam dan dramatis, dengan emosi yang sangat intens yang terkadang "menghancurkan" stabilitas dari bawah kaki mereka. Dan untuk memudahkan remaja mengatasi kondisi ini, otak, dengan bantuan memori palsu, menciptakan kembali pengalaman yang hilang dalam bentuk deja vu. Kemudian menjadi lebih mudah di dunia ini ketika setidaknya ada sesuatu yang kurang lebih akrab.

Namun di usia yang lebih tua, orang-orang hidup melalui krisis paruh baya, merasa nostalgia dengan masa-masa "muda", merasa menyesal karena tidak punya waktu untuk melakukan sesuatu, meskipun harapan adalah ambisi yang sangat tinggi. Misalnya, pada usia 20 tampaknya pada usia 30 mereka pasti akan mendapatkan uang untuk rumah dan mobil pribadi mereka, tetapi pada usia 35 mereka menyadari bahwa mereka tidak hanya tidak mencapai tujuan, tetapi mereka praktis tidak mendekati untuk itu, karena kenyataannya ternyata sama sekali berbeda. Mengapa ketegangan meningkat, dan jiwa, untuk mengatasinya, "memohon" bantuan, dan kemudian tubuh mengaktifkan hippocampus.

3. Dari sudut pandang kedokteran

Dokter berpendapat bahwa gangguan jiwa. Dalam perjalanan penelitian, ditemukan bahwa efek déjà vu terjadi terutama pada orang dengan berbagai cacat memori. Oleh karena itu, seseorang harus hati-hati mempertimbangkan fakta bahwa serangan pandangan terang tidak sering membuat dirinya terasa, karena ini menunjukkan bahwa kondisinya memburuk, dan mungkin berkembang menjadi halusinasi yang berkepanjangan.

4. Kelupaan

Versi berikutnya adalah bahwa kita begitu saja melupakan sesuatu sehingga pada titik tertentu otak "menghidupkan kembali" informasi ini, menggabungkannya dengan kenyataan, dan kemudian ada perasaan bahwa sesuatu seperti ini telah terjadi di suatu tempat. Pergantian seperti itu dapat terjadi pada orang yang sangat ingin tahu dan ingin tahu. Karena setelah membaca jumlah yang banyak buku dan memiliki banyak informasi, orang seperti itu, misalnya, masuk ke kota yang tidak dikenal, sampai pada kesimpulan bahwa di kehidupan sebelumnya, tampaknya, dia tinggal di sini, karena ada begitu banyak jalan yang akrab dan sangat mudah untuk menavigasi mereka. Padahal, sebenarnya, otak mereproduksi momen-momen dari film tentang kota ini, fakta, lirik dari lagu, dan sebagainya.

5. Alam Bawah Sadar

6. Hologram

Ilmuwan modern juga “membingungkan” bagaimana menjelaskan fenomena ini, dan telah menemukan versi holografiknya. Artinya, potongan-potongan hologram masa kini bertepatan dengan potongan-potongan hologram yang sama sekali berbeda yang terjadi di masa lalu, dan pelapisan semacam itu menciptakan efek deja vu.

7. Hipokampus

Versi lain yang terkait dengan malfungsi di gyrus otak - hippocampus. Jika berfungsi normal, seseorang mampu mengenali dan membedakan masa lalu dari masa sekarang dan masa depan dan sebaliknya. Untuk menemukan perbedaan antara hanya pengalaman yang diperoleh dan yang sudah dipelajari sejak lama. Tetapi beberapa jenis penyakit, hingga stres berat atau depresi berkepanjangan mampu mengganggu aktivitas gyrus ini, maka ia, seperti komputer yang “terganggu”, bekerja melalui peristiwa yang sama beberapa kali.

8. Epilepsi

Orang dengan epilepsi cenderung sering mengalami efek ini. Dalam 97% kasus, mereka menghadapinya seminggu sekali, tetapi setidaknya sebulan sekali.

Kesimpulan

Dan itu saja untuk hari ini, para pembaca yang budiman! Saya ingin mencatat bahwa tidak satu pun dari versi di atas yang diakui secara resmi. Selain itu, ada sebagian besar orang yang tidak pernah hidup seperti ini dalam hidup mereka. Jadi pertanyaannya masih terbuka. Berlangganan pembaruan blog agar tidak ketinggalan rilis berita baru tentang topik pengembangan diri. Sampai jumpa.

Paling sering, perasaan sekilas mengenali yang tidak dikenal - deja vu - terjadi dalam situasi sehari-hari. Anda sedang duduk dengan teman-teman di sebuah kafe, dan tiba-tiba Anda merasa bahwa Anda telah berada di sini: dengan orang yang sama, di interior yang sama ... Anda mengenali adegan ini dalam detail terkecil, dan sepertinya Anda bahkan bisa memprediksi kejadian beberapa saat ke depan.

Deja vu terjadi baik di negara asing, di mana kami tiba untuk pertama kalinya, dan selama pertemuan dengan orang asing - kami tidak memiliki masa lalu yang sama, tetapi kami jelas merasa bahwa orang, tempat, peristiwa ini telah ada dalam hidup kami ( meskipun kami tidak dapat mengingat kapan, dalam keadaan apa). Kejutan, rasa ingin tahu, kecemasan bercampur dengan perasaan yang luar biasa ini. Ada antisipasi keajaiban, ilusi kewaskitaan, yang memungkinkan, dengan menipu waktu, untuk melihat masa depan atau menghidupkan kembali masa lalu. Dan setelah beberapa detik, semuanya menghilang: masa lalu diketahui lagi, masa kini menjadi baru, dan masa depan, seperti biasa, tidak diketahui.

pesona magis

Perasaan deja vu sekilas yang sebagian besar dari kita pernah alami setidaknya sekali dalam hidup kita sulit untuk dilupakan. Ini menimbulkan terlalu banyak pertanyaan tentang persepsi waktu dan ruang, tentang fitur ingatan kita, kesadaran dan ketidaksadaran. Dan meskipun nama fenomena tersebut (dari bahasa Prancis déjà-vu - "sudah terlihat") hanya muncul pada abad ke-19, itu telah menarik minat umat manusia sejak zaman kuno.

Filsuf - Platonis dan Pythagoras - menganggapnya "memori kehidupan masa lalu", Stoa melihat di dalamnya "pengulangan abadi dari hal yang sama." Aristoteles mencoba menemukan penjelasan rasional untuk fenomena ini, menunjukkan bahwa penyebabnya adalah gangguan jiwa manusia. Namun, deja vu terus mempertahankan pesona magisnya.

Menurut majalah New Scientist, sekitar 90% pria dan wanita mengklaim bahwa mereka akrab dengan efek deja vu, dan beberapa mengatakan bahwa perasaan ini mengunjungi mereka secara teratur, lebih sering ketika mereka lelah, jengkel atau stres. Anak-anak mengalami deja vu untuk pertama kalinya pada usia delapan atau sembilan tahun: agar pengalaman ini muncul, tingkat perkembangan kesadaran tertentu diperlukan. Mereka yang memiliki kecenderungan genetik terhadap penyakit yang terkait dengan pelanggaran persepsi sensorik (skizofrenia, epilepsi) lebih rentan terhadap deja vu.

Seniman, penulis, dan penyair tidak acuh pada pengalaman misterius ini. “Jangan membual, waktu, kuasai aku. Piramida yang telah Anda dirikan lagi tidak bersinar dengan kebaruan, ”seru Shakespeare, menganggap kehidupan modern hanya sebagai “pelapisan kembali zaman kuno” (Soneta No. 123 diterjemahkan oleh S. Marshak).

Pada abad ke-19, deja vu disebutkan lebih dari sekali dalam karya-karya sastra Dickens, Chateau Briand, Baudelaire, dan kemudian Proust, yang menurutnya "penglihatan yang berkilauan dan tidak dapat dibedakan" ini sepertinya mengatakan: "Tangkap aku di udara jika kamu memiliki kekuatan, dan mencoba memecahkan teka-teki kebahagiaan yang saya tawarkan kepada Anda. Perasaan misteri ini disebabkan oleh fakta bahwa pada saat deja vu kita memiliki pertanyaan "abadi". Mungkin, secara umum, apa yang kita ambil untuk saat ini adalah sesuatu yang telah kita lihat sekali, dalam bentuk yang berbeda, dalam kehidupan yang berbeda - berbeda dan sekaligus milik kita?

Kenangan Terlarang

Pendiri psikoanalisis, Sigmund Freud, mencoba memecahkan (dan menghilangkan prasangka) "misteri kebahagiaan" ini: dia mengatakan bahwa perasaan deja vu adalah jejak ingatan yang tertekan (terlupakan) dari pengalaman atau keinginan traumatis emosional yang sangat kuat, tidak dapat diterima untuk Superego kita.

Dalam buku Psychopathology of Everyday Life, ia berbicara tentang seorang gadis yang pertama kali datang ke desa untuk mengunjungi teman-teman sekolahnya. "Pergi mengunjungi, dia tahu bahwa gadis-gadis ini memiliki saudara lelaki yang sakit parah," tulis Freud. - Memasuki taman, dan kemudian ke dalam rumah, dia merasa seolah-olah dia pernah ke sini sebelumnya - dia mengenali tempat ini. Pada saat itu, dia benar-benar lupa bahwa saudara laki-lakinya sendiri baru saja pulih dari penyakit serius, dan bahwa dia mengalami kegembiraan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, menyadari bahwa dia dapat tetap menjadi satu-satunya anak dalam keluarga.

Situasi serupa di rumah teman sejenak "menghidupkan kembali" pengalaman yang tertekan ini. Tetapi alih-alih mengingatnya, tulis Freud, "dia memindahkan 'kenangan' itu ke taman dan rumah, dan sepertinya dia telah melihat semuanya." “Pengalaman déjà vu saya sendiri dapat saya jelaskan dengan cara yang sama,” tambah Freud, “dengan kebangkitan keinginan bawah sadar untuk memperbaiki situasi saya.”

Dengan kata lain, deja vu adalah pengingat fantasi rahasia kita, sinyal bahwa kita berhubungan dengan sesuatu yang diinginkan dan pada saat yang sama dilarang. Tidak heran Freud, dalam karya pertamanya, mengaitkan deja vu dengan ingatan akan rahim ibu - satu-satunya tempat yang setiap orang dapat katakan dengan yakin: "Saya sudah pernah ke sana!" Mungkin inilah tepatnya alasan pesona deja vu yang mengasyikkan?

Menurut Freud, deja vu dikaitkan dengan ingatan akan rahim ibu, di mana setiap orang dapat dengan yakin mengatakan: "Saya sudah pernah ke sana!"

Murid Freud, psikoanalis Hungaria Sandor Ferenczi, percaya bahwa kita juga dapat berbicara tentang mimpi kita: sesuatu yang terjadi saat ini secara asosiatif mengingatkan kita pada kisah-kisah yang terlupakan ini. Pencipta psikoterapi analitik, Carl Gustav Jung, juga tidak mengabaikan fenomena ini.

Dia mengingat sensasi yang dia alami saat bepergian di Kenya: “Di tebing batu, saya melihat sesosok pria bersandar pada tombak. Gambar dari dunia asing yang sepenuhnya, tampaknya, membuat saya terpesona: Saya mengalami keadaan deja vu. Begitu saya di sini, saya tahu hidup ini dengan baik! Dalam sekejap, seolah-olah saya kembali ke masa muda saya yang terlupakan: ya, pria ini telah menunggu saya di sini selama dua ribu tahun terakhir. Dia menjelaskan pengalaman ini dengan pengaruh ketidaksadaran kolektif - semacam ingatan leluhur, yang, menurut pendapatnya, dimiliki oleh kita masing-masing.

Deja vu seperti mimpi yang, begitu kita bangun, hilang begitu saja, hanya menyisakan kenangan samar. Seperti di Eyes of the Blue Dog karya Gabriel Garcia Marquez.

“Dia menatapku dengan saksama, tapi aku masih tidak mengerti di mana aku pernah melihat gadis ini sebelumnya. Tatapannya yang basah dan cemas bersinar dalam cahaya lampu minyak tanah yang tidak merata, dan aku ingat bahwa setiap malam aku memimpikan kamar dan lampu ini, dan setiap malam aku bertemu di sini seorang gadis dengan mata cemas. Ya, ya, dialah yang saya lihat setiap saat, melintasi garis mimpi yang goyah, garis kenyataan dan tidur. Saya menemukan rokok dan menyalakan sebatang rokok, bersandar di kursi saya dan menyeimbangkan kaki belakangnya, asap asam asam mengalir ke dalam cincin. Kami diam. Saya - bergoyang di kursi, dia - menghangatkan jari-jarinya yang putih tipis di atas penutup kaca lampu. Bayangan bergetar di kelopak matanya. Sepertinya saya harus mengatakan sesuatu, dan saya berkata secara acak: "Mata anjing biru," dan dia menjawab dengan sedih: "Ya. Sekarang kami tidak akan pernah melupakannya."

Kerusakan otak

Memori yang terlupakan, keinginan terlarang, atau representasi simbolis - berkat penjelasan ini, déjà vu tidak lagi ada hubungannya dengan karunia pandangan ke depan atau wawasan tentang kehidupan masa lalu. Ilmu pengetahuan abad ke-21 terus menyanggah ilusi-ilusi ini. Dia membawa kita kembali ke saran Aristoteles bahwa déjà vu tidak lebih dari kerusakan otak.

Studi tentang epilepsi, serangan yang sering didahului oleh episode deja vu, memungkinkan ahli neurofisiologi untuk mengidentifikasi penyebab sensasi seperti itu: ini adalah disfungsi jangka pendek dalam pekerjaan beberapa bagian otak. "Akibatnya, disosiasi (penghancuran tautan asosiatif) terjadi antara informasi dan ingatan baru," kata Chris Moulin, seorang psikolog di University of Leeds (UK). “Dan kami langsung mengenali objek atau situasi yang tidak dikenal.”

Penjelasan lain untuk fenomena ini: deja vu terjadi karena kerusakan pada sistem saraf otak yang disebabkan oleh kelelahan, stres atau keracunan. Bingung, otak kita mengambil kesan baru untuk yang sudah lama kita kenal. Jadi deja vu jelas hanya kesan yang salah, mungkin diberkahi dengan makna (seperti segala sesuatu yang datang dari alam bawah sadar), dan para ilmuwan belum menguraikannya sampai akhir.

Kesan ini, mungkin mengandung makna, seperti segala sesuatu yang datang dari alam bawah sadar kita

Tetapi bahkan mengetahui bahwa tidak ada yang supernatural dalam deja vu, Anda tidak boleh menyangkal kesenangan merasakan momen-momen ini. Lagi pula, untuk sesaat mereka memberi kita ilusi bahwa waktu dapat diputar kembali atau, sebaliknya, setidaknya seperseribu detik di depannya. Semua indera diasah ketika kita merasa telah menipu waktu. Dan kemudian kita kembali ke kehidupan normal lagi. Tetapi momen-momen inilah yang selalu perlu Anda tangkap: sedikit keajaiban, dalam dosis homeopati.

Deja vu adalah perasaan yang mengasyikkan ketika kenyataan, masa lalu dan masa kini tampaknya melampaui diri mereka sendiri. Perasaan ini muncul secara tidak terduga dan dalam kondisi yang paling biasa. Misalnya, Anda sedang duduk di kafe dengan sekelompok teman, dan tiba-tiba ada perasaan bahwa Anda telah melihat semua ini dan semua ini sangat akrab bagi Anda hingga detail dan detail terkecil. Tapi deja vu tampaknya sangat mengejutkan di negara asing yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya, atau saat bertemu dengan seseorang yang tidak bisa kita lihat sebelumnya. Perasaan yang luar biasa, yang bercampur dengan perasaan semacam mistisisme, keajaiban, kemungkinan pandangan ke depan.

Nama fenomena deja vu berasal dari bahasa Prancis déjà-vu - "sudah terlihat." Dan meskipun nama ini baru muncul pada abad ke-19, fenomena itu sendiri telah menguasai pikiran umat manusia sejak zaman kuno. Para filsuf telah menjelaskan fenomena ini dengan cara yang berbeda. Aristoteles, misalnya, mengemukakan bahwa penyebab perasaan deja vu adalah gangguan mental. Tapi fenomena ini telah membingungkan setiap saat.

Menurut majalah New Scientist, sekitar 90% pria dan wanita akrab dengan efek deja vu, dan lebih sering perasaan ini terjadi dalam keadaan lelah dan stres. Untuk pertama kalinya, anak-anak mengalami perasaan ini pada usia 8-9 tahun, karena tingkat perkembangan jiwa tertentu diperlukan untuk penampilannya. Deja vu lebih mungkin terjadi pada orang yang memiliki kecenderungan genetik terhadap gangguan sensorik, seperti skizofrenia atau epilepsi.

Apa itu deja vu dan dari mana asalnya Sigmund Freud mencoba untuk menentukan. Menurutnya, deja vu adalah jejak memori menyakitkan yang kuat yang ditekan dari kesadaran (atau dilupakan). pengalaman emosional. Sebagai contoh, Freud mengutip cerita berikut: seorang gadis datang mengunjungi teman-temannya di desa. Dia tahu bahwa saudara mereka yang sakit parah tinggal bersama mereka. Saat dia memasuki taman dan kemudian ke rumah, dia merasa bahwa dia mengenali tempat itu. Tetapi pada saat itu dia benar-benar lupa bahwa saudara laki-lakinya baru-baru ini sakit parah, dan juga bahwa dia merasakan kegembiraan - tetapi tidak menyadarinya sendiri - bahwa saudara laki-lakinya dapat mati dan dia akan tetap menjadi satu-satunya anak dalam keluarga. Dengan teman-temannya, dia menghadapi situasi yang sangat mirip, yang "menghidupkan kembali" pengalaman yang ditekan dari kesadarannya. Tapi dia tidak mengingat pengalaman itu sendiri, alih-alih mentransfernya ke memori imajiner tentang taman dan rumah yang belum pernah dia lihat.

Carl Gustav Jung juga mempelajari fenomena deja vu. Dia menggambarkan dirinya pengalaman sendiri ketika, suatu hari saat bepergian di Kenya, dia melihat sosok seorang pria berdiri di atas gunung dan bersandar pada tombak. “Gambar dari dunia asing yang sepenuhnya, tampaknya, membuat saya terpesona: saya mengalami keadaan deja vu. Begitu saya di sini, saya tahu hidup ini dengan baik! Dalam sekejap, saya sepertinya telah kembali ke masa muda saya yang terlupakan: ya, pria ini telah menunggu saya di sini selama dua ribu tahun terakhir, ”tulis Jung. Dia menjelaskan fenomena ini dengan adanya ketidaksadaran kolektif, yang disebut. memori leluhur, yang menurut Jung, dimiliki setiap orang.

Pada abad ke-21, sains terus menyanggah anggapan déjà vu sebagai pencerahan dan seterusnya. Dalam asumsinya tentang malfungsi dalam jiwa sebagai penyebab deja vu, Aristoteles benar. Episode deja vu sering mendahului serangan epilepsi, dan studi tentang fakta ini mengarah pada identifikasi penyebab perasaan deja vu: ini adalah disfungsi jangka pendek dalam pekerjaan beberapa bagian otak. Karena disfungsi ini, koneksi asosiatif dihancurkan, dan objek asing mulai tampak akrab bagi seseorang. Penjelasan lain dari fenomena tersebut adalah bahwa penyebab deja vu adalah kerusakan pada sistem saraf otak, yang terjadi karena kelelahan, stres atau mabuk. Alhasil, hal baru sepertinya tidak asing lagi di otak.

Ternyata deja vu adalah sensasi yang salah. Namun, sangat mungkin bahwa, seperti segala sesuatu yang berasal dari orang yang tidak sadar, memiliki arti tertentu. Para ilmuwan belum mengetahui apa yang dimaksud dengan deja vu.

Daria Lapotko,
jurnalis portal "103.by"